Guru = Di Gugu Lan Di Tiru

Senin, 20 Februari 2012

Tugas Saduran Miss Lia


KORUPSI

Menurut  Baharuddin Lopa (Baharuddin Lopa & Moh. Yamin, 1987 : 6), pengertian umum tentang tindak pidana korupsi adalah suatu tindak pidana yang berhubungan dengan perbuatan penyuapan dan manipulasi serta perbuatan-perbuatan lain yang merugikan atau dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan dan kepentingan rakyat. Korupsi adalah rangkaian unsur-unsur (rumusan) yang tertulis dalam undang yang dicocokan dengan tindakan seseorang pada situasi konktrit. Rumusan dan unsur-unsur tersebut masih merupakan “gambaran” atau “bayangan”, yang masih berada dalam pikiran atau idea yang ditulis, dipositifkan dan dianggap sebagai sesuatu kebenaran. Rangkaian perbuatan konkrit dari “gambaran” atau “bayangan” tersebut adalah merupakan kejahatan, karena itu yang melakukannya dikenai hukuman. Apakah betul rangkaian perbuatan tersebut adalah kejahatan? Dalam kerangka paham positivis “gambaran” atau “bayangan” tersebut dianggap benar dan dijadikan landasan dalam mengambil putusan bahwa perbuatan konkrit atas penggambaran tersebut adalah “kejahatan”, tidak perduli apakah gambaran tersebut bertentangan atau tidak dengan etika atau moralitas dalam masyarakat. Etika dan moralitas menurut pandangan positivis berada di luar sisi hukum dalam penerapannya. Karena itu dari sisi pandangan positivis hal itu tidak perlu dibahas lebih jauh kecuali untuk keperluan ius constituendum (hukum yang dicita-citakan). Sebaliknya walaupun suatu perbuatan seorang pejabat atau pegawai negeri yang oleh masyarakat dianggap tercela tidak dapat dikatakan sebagai korupsi apabila tidak memenuhi unsur-unsur yang ditulis dalam undang-undang atau sedemikian rupa tidak dapat ditafsirkan sehingga cocok dengan rumusan undang-undang. Inilah hal pertama yang harus dipahami tentang korupsi.
Apa yang dimaksud “perbuatan”, tentunya semua orang memahaminya, Yang menjadi soal adalah apakah yang dimaksud adalah perbuatan “aktif” saja atau perbuatan “pasif” (atau tidak berbuat). Memperhatikan rumusan berikutnya yaitu “memperkaya diri sendiri atau orang lain”, atau “menguntungkan diri sendiri atau orang lain”, yang merupakan kata kerja maka dapat dipastikan bahwa yang dimkasud itu adalah perbuatan aktif.”. Dengan demikian perbuatan seseorang baru dikategorikan korupsi apabila melakukan perbuatan aktif saja dan tidak termasuk perbuatan pasif. Artinya; jika terjadi kerugian negara yang menguntungkan seorang pejabat negara atau orang lain dan dipastikan bukan karena perbuatan aktif dari pejabat negara tersebut , maka si pejabat negara itu tidak melakukan perbuatan korupsi. “Perbuatan” itu juga harus memperkaya diri sendiri atau orang lain. Karena penggunaan kata “atau” antara diri sendiri dan orang lain maka rumusan ini bersifat alternatif. Dengan demikian memperkaya orang lain saja walaupun tidak memperkaya diri sendiri adalah termasuk dalam pengertian korupsi ini.
Unsur selanjutnya adalah “melawan hukum”. Artinya perbuatan yang dilakukan untuk meperkaya diri sendiri atau orang lain itu adalah merupakan perbuatan “melawan hukum”. Apa yang dimkasud dengan “melawan hukum”, kembali pada pengertian apa yang dimaksud dengan hukum itu. Dalam kerangka pandangan positivis, hukum itu hanyalah undang-undang atau peraturan perundanga-undangan yang telah diotorisasi/disahkan oleh yang berwenang, di luar itu bukan hukum. Hukum pidana memberikan batasan yang sangat kaku terhadap apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum itu, karena terikat oleh asas “nullum delictum”, yaitu suatu perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana sebelum diatur dalam undang-undang hukum pidana. Walaupun dalam perkembangan terakhir apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum ini tidak saja perbuatan yang melanggar hukum tertulis tetapi juga hukum yang tidak tertulis (baca Indriarto Seno Adji : 2001). Perluasan pengertian ini telah dimuat secara tegas dalam undang-undang mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi. Disamping itu suatu perbuatan yang tidak melawan hukum tetapi menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya untuk tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan atau perekonomian negara, juga adalah termasuk perbuatan korupsi.
Adanya kata-kata “merugikan perekonomian negara” memberikan perluasan makna kerugian negara, yaitu baik dalam arti sempit merugikan keuangan negara pada umumnya termasuk kerugian pada badan-badan usaha milik negara atau proyek-proyek yang dibiayai dari anggaran negara, juga kerugian terhadap pereknomian negara secara umum. Artinya akibat perbuatan itu mengganggu perekonomian negara atau membuat kondisi perekonomian negara tidak stabil atau mengganggu kebijakan perekonomian negara. Kesemuanya dianggap telah merugikan negara.
Korupsi di Indonesia terjadi menurut Menurut Prop. Dr. Nur Syam, M.Si. penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Korupsi dengan demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah dalam memandang kekayaan, maka semakin besar pula kemungkinan orang akan melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan.

Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengakui, ada empat faktor dominan penyebab merajelalanya korupsi di Indonesia, yakni faktor penegakan hukum yang masih lemah, mental aparatur, kesadaran masyarakat yang masih rendah, dan `political will.` "Dari empat faktor itu telah menyebabkan uang negara dikorupsi lebih kurang Rp300 triliun tiap tahunnya," katanya.

Erry R.Hardjapamekas, ia menyebutkan tingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1) Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa, (2) Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil, (3) Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan, (4) Rendahnya integritas dan profesionalisme, (5) Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi belum mapan, (6) Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat, dan (7) Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika.

Goenawan Wanaradja, SH,MH Salah satu penyebab yang paling utama dan sangat mendasar terjadinya Korupsi di kalangan para Birokrat, adalah menyangkut masalah keimanan, kejujuran, moral, dan etika sang Birokrat itu sendiri.


Kemiskinan –kata orang– merupakan akar dari persoalan; tanpa kemiskinan tidak akan ada korupsi. Apabila kemiskinan merupakan penyebab korupsi, bagaimana menjelaskan mengapa mereka yang terlibat korupsi besar-besaran justru bukan orang miskin; banyak diantara mereka adalah orangorang yang mempunyai uang dan kekuasaan.
Fenomena bahwa korupsi tidak berbanding lurus dengan kemiskinan dapat dijelaskan dengan “Hukum Kesepadanan Korupsi” yang dirumuskan oleh Revrisond Baswir. Hukum ini menyatakan korupsi berbanding lurus dengan kekayaan seseorang. Artinya, semakin kaya seseorang, semakin besar kekuasaan yang dimilikinya dan dengan demikian semakin besar jumlah yang potensial dikorup.
Di Indonesia, dimana elitnya sangat korup, pemerintah tidak mampu untuk membayar pegawai negeri secara memadai. Penghasilan yang tidak sepadan ini dapat saja dianggap sebagai penyumbang sebab terjadinya korupsi pada tingkatan rendah, kalau tidak pada seluruh sistem.

Bibit Samad Riyanto, membeberkan lima hal yang dianggap berpotensi menjadi penyebab tindakan korupsi. "Satu adalah sistem politik. Ditandai dengan munculnya aturan perundang-undangan, seperti perda, dan peraturan lain. 'Mereka' atau pelaku dapat berlindung dengan aturan tersebut," ujar Bibit, ditemui wartawan di kediaman almarhum orang tuanya di Jl Suparjan Mangun Wijaya, Sukorame, Mojoroto, Kota Kediri, Kamis (3/12/2009) malam. Kedua, imbuh Bibit adalah intensitas moral seseorang atau kelompok. "Ketiga adalah remunisasi, atau pendapatan (penghasilan) minim. Namun tidak lantas yang memiliki pendapatan tidak melakukan korupsi, jadi kembali lagi ke moral tadi," jelas Bibit. Keempat, terus Bibit, pengawasan baik bersifat internal-eksternal, dan kelimanya adalah budaya taat aturan. "Ini yang paling penting adalah budaya sadar akan aturan hukum. Dengan sadar hukum, maka masyarakat akan mengerti konskuensi dari apa yang ia lakukan.
Sekarang Indonesia menjadi negara no 3 terkorup di dunia,adapun dampak-dampaknya yang dirasakan rakyat Indonesia karena banyak petinggi-petinggi negara yang melakukan korupsi antara lain :
-Kenaikan harga-harga barang akibat anggaran APBN yang dikorupsi
-Bertambahnya rakyat miskin dikarenakan uang tunjangan bagi rakyat miskin yang seharusnya disalurkan dikorupsi.
-Mahalnya biaya yang harus rakyat keluarkan untuk mendapatkan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan yang seharusnya bersubsidi.
-Kesenjangan pendapatan semakin tinggi.
-Banyaknya rakyat yang di PHK akibat perusahaan kecil tempat mereka kerja gulung tikar akibat dana investasinya dikorupsi.
-Dan masih banyak lagi dampak negatif korupsi.
Karena begitu banyaknya dampak yang dirasakan masyarkat,bagi petinggi-petinggi negara apakah akan terus menyenangkan dirinya sendiri dengan memakai uang rakyat?

Daftar Pustaka :

            http://hamdanzoelva.wordpress.com/2008/08/11/fenomena-korupsi-dari-sudut-pandang-filsafat-ilmu/ . FENOMENA KORUPSI DI INDONESIA DARI SUDUT PANDANG FILSAFAT ILMU.  Di akses pada tanggal 17 Februari 2012

            http://hasdiantoanto.blogspot.com/2010/12/beberapa-penyebab-korupsi-di-indonesia.html. Hasdianto : BEBERAPA PENYEBAB KORUPSI DI INDONESIA MENURUT BEBERAPA PAKAR . Di akses pada tanggal 17 Februari 2012

            http://harmoniharmoni.wordpress.com/2011/10/05/korupsi-dan-dampaknya-bagi-massyarakat/ . Korupsi dan Dampaknya Bagi Masyarakat. . Di akses pada tanggal 17 Februari 2012

 Dyah Astiningtyas

 292010277

 RS 10 J

           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar